Jakarta,-Institut Nalanda bekerja sama dengan Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi) menyelenggarakan sebuah webinar bertajuk “Peran Pemuka Agama dalam Mensinergiskan Potensi Umat Buddha”. Kegiatan ini dilangsungkan secara daring melalui Zoom dan diikuti oleh sekitar 180 peserta dari seluruh Indonesia, yang terdiri dari para pemuka agama, dosen, praktisi, mahasiswa, serta perwakilan dari berbagai majelis dan organisasi Buddhis di Indonesia pada 5 April 2025.
Webinar ini bertujuan untuk mendorong kolaborasi strategis antar pemuka agama dan umat dalam membangun kehidupan keagamaan yang lebih harmonis, berkualitas, dan berdaya guna. Melalui sinergi ini, diharapkan potensi besar yang dimiliki umat Buddha, baik di bidang spiritual, pendidikan, sosial, hingga ekonomi, dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kemajuan bersama.
Dalam sambutannya, Ketua Yayasan Dana Pendidikan Buddhis Nalanda, Tan Tjoe Liang, menegaskan pentingnya menyatukan berbagai potensi umat Buddha yang selama ini berjalan sendiri-sendiri.
“Mensinergikan potensi-potensi tersebut menjadi sangat penting agar dapat menjadi kekuatan besar bagi masyarakat Buddhis di Indonesia,” ujarnya. Ia mengibaratkan umat Buddha sebagai instrumen dalam orkestra yang harus bergerak dalam harmoni agar menghasilkan musik yang indah.
Tan Tjoe Liang juga menekankan pentingnya tindak lanjut dari kegiatan ini agar tidak berhenti sebagai diskusi semata, melainkan berujung pada gerakan nyata yang berdampak luas bagi umat.
Dirjen Bimas Buddha, Drs. Supriyadi, M.Pd., dalam sambutannya menyampaikan apresiasi terhadap sinergi antara Institut Nalanda dan Permabudhi yang menurutnya merupakan bentuk kerjasama institusional yang nyata. Ia menegaskan bahwa pemuka agama memiliki peran penting, bukan hanya sebagai gelar, tapi sebagai agen transformasi umat.
“Pemuka agama adalah seseorang yang sudah punya kapasitas untuk menggerakkan, mempengaruhi, mendidik, atau mengubah perilaku dari para muridnya atau para umatnya,” tegasnya.
Lebih lanjut, beliau menyoroti pentingnya menjembatani potensi keumatan dengan peran para pemuka agama, demi membangun masyarakat Buddhis yang mandiri, produktif, dan mampu berkontribusi dalam pembangunan bangsa.
Rektor Institut Nalanda, Dr. Sutrisno, S.IP., M.Si., yang menjadi keynote speaker, menggarisbawahi urgensi forum-forum strategis semacam ini untuk mempertemukan tokoh agama dan umat dalam satu visi.
“Kami dari Institut Nalanda merasa sangat senang dan bangga bisa memfasilitasi forum strategis ini, sehingga umat kita bisa mencapai potensi yang lebih baik lagi,” ungkapnya.
Ia mengingatkan akan bahaya eksklusivisme dan fanatisme dalam beragama, serta perlunya pemuka agama menjadi sosok edukatif, pemersatu, dan inspiratif. Dengan mengacu pada konsep Max Weber, ia menyampaikan enam indikator kualitas beragama yang ideal, termasuk menjadikan agama sebagai sumber etika dan solidaritas sosial.
dr. Ratna Surya Widya, Sp.KJ., menyoroti pentingnya menjaga kemurnian ajaran Buddha dan peran aktif Pandita dalam pembinaan umat. Ia menyoroti sembilan peran penting pemuka agama Buddhis dan menyerukan perlunya kesungguhan dalam menjalin kerjasama, tanpa terjebak dalam ego sektoral.
“Pandita itu bertanggung jawab untuk menjaga kemurnian ajaran agar tidak menyesatkan, dan diharapkan menjaga kerukunan umat dengan umat, antaragama, dan dengan pemerintah.”
Bhikkhu Gunaseno Thera turut mengingatkan bahwa pemuka agama bukan hanya para Bhikkhu atau Pandita, tetapi juga umat yang memiliki keyakinan dan tanggung jawab membimbing generasi muda. Ia mengangkat isu perkembangan teknologi seperti AI yang bisa berdampak negatif jika tidak dikelola secara bijaksana.
“Kita harus bijak menghadapi teknologi. AI bisa digunakan untuk pelestarian ajaran Buddha, tapi juga bisa menimbulkan masalah jika disalahgunakan,” jelasnya.
Beliau juga mengajak umat untuk melestarikan warisan Buddhis seperti candi-candi di Indonesia melalui kegiatan dharmayatra, dan mengembangkan pendidikan moral di wilayah-wilayah terpencil.
Ketua Umum Permabudhi, Prof. Dr. Philip K. Widjaja, menutup sesi webinar dengan menyoroti perlunya pendekatan baru dalam mempertahankan dan menyebarkan ajaran Buddha, khususnya di tengah derasnya arus perubahan zaman.
“Kita perlu berpikir ulang bagaimana mempertahankan agama Buddha di era yang terus berubah ini,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya membangun relasi yang erat dengan agama-agama lain serta memperluas partisipasi dalam forum-forum lintas iman nasional dan internasional. Pendidikan dan pendekatan kreatif kepada generasi muda juga menjadi sorotan penting dalam pesannya.
Webinar ini menjadi bukti komitmen Institut Nalanda dan Permabudhi dalam memperkuat peran pemuka agama sebagai agen sinergi di tengah keragaman umat Buddha. Forum ini juga menjadi refleksi atas tantangan zaman yang memerlukan pendekatan kolaboratif, inklusif, dan visioner dari para tokoh dan umat dalam mengembangkan Buddhisme yang relevan, dinamis, dan berdampak luas bagi masyarakat Indonesia dan dunia.