INSTITUT NALANDA - Institut Nalanda Pionir Moderasi Beragama: Mewujudkan Toleransi di Tengah Keberagaman

Institut Nalanda Pionir Moderasi Beragama: Mewujudkan Toleransi di Tengah Keberagaman

Pendaftaran S1 & S2 Pendidikan Keagamaan Buddha, S1 Dharma Usada, S1 Pendidikan Buddha Anak Usia Dini, S1 Ilmu Komunikasi Buddha, S1 Bisnis dan Manajemen Buddha telah dibuka

Institut Nalanda Pionir Moderasi Beragama: Mewujudkan Toleransi di Tengah Keberagaman

Jakarta – Institut Nalanda menggelar seminar bertema “Membangun Toleransi dalam Keberagaman” pada Jumat, 8 November 2024, di Aula Lantai 4 Institut Nalanda. Seminar ini diadakan sebagai respons terhadap tantangan keberagaman agama di Indonesia dan bertujuan untuk memperkuat pemahaman tentang pentingnya sikap moderat dalam beragama. Di tengah masyarakat Indonesia yang multikultural, Institut Nalanda mengundang berbagai tokoh lintas agama dan akademisi untuk berbagi perspektif dalam menjaga kedamaian dan harmoni di tengah keberagaman.

Seminar ini dihadiri oleh tokoh agama, akademisi, dan perwakilan komunitas yang di antaranya adalah Penyuluh Agama Buddha Jakarta Timur, S. Kuncoko Weni, serta Hasbullah Ilan dari FKUB Kota Jakarta Timur. Ketua panitia acara, Kemiran, M.Pd., membuka seminar dengan menekankan pentingnya moderasi beragama sebagai fondasi untuk mencapai kerukunan. Menurutnya, sikap moderat dalam beragama adalah landasan utama yang membantu menjaga keharmonisan di tengah masyarakat yang beragam dan majemuk.

Kemiran menjelaskan bahwa moderasi beragama memungkinkan masyarakat untuk saling menghormati dan merangkul perbedaan, terutama dalam kehidupan sehari-hari. Ia menambahkan bahwa dalam konteks Indonesia yang multikultural, perbedaan agama dan budaya dapat menjadi kekuatan yang besar jika diiringi dengan sikap toleran. “Dengan sikap moderat, kita bisa menjaga kerukunan dan menjalankan ajaran agama dengan lebih damai,” ujarnya, memberikan inspirasi kepada para peserta untuk menjadi pelopor kerukunan.

Astri Chintya Astana, M.Pd., selaku Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia, Organisasi, dan Teknologi Informasi, turut memberikan pandangannya. Menurutnya, seminar ini merupakan langkah nyata Institut Nalanda dalam mendukung moderasi beragama di Indonesia. Astri berharap bahwa diskusi ini dapat memperluas wawasan peserta tentang pentingnya sikap toleran dalam beragama dan mempraktikkan moderasi baik di lingkungan pribadi maupun dalam masyarakat luas.

Selain itu, Gemabudhi yang diwakili oleh Anes Dwi Prasetya menyampaikan dukungan penuh terhadap inisiatif moderasi beragama ini. Anes menyebutkan bahwa kerja sama antara Gemabudi dan Institut Nalanda bertujuan untuk mengembangkan pendidikan moderasi beragama serta menciptakan ruang bersama untuk dialog lintas agama. “Agama terlihat indah ketika berada dalam harmoni,” ungkap Anes. Menurutnya, kolaborasi ini adalah bentuk komitmen bersama untuk menjaga persatuan bangsa dan mengedepankan nilai-nilai kebhinekaan.

Di sela-sela kegiatan seminar ini, dilakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Gemabudhi dan Institut Nalanda. MoU ini diwakili oleh Anes Dwi Prasetya dari pihak Gemabudhi dan Dr. Sutrisno, S.IP., M.Si., selaku Rektor Institut Nalanda. Penandatanganan MoU ini berfokus pada pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi di bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat bersama. Kerja sama ini diharapkan dapat memperkuat sinergi antara kedua lembaga dalam upaya pengembangan pendidikan yang inklusif dan mempromosikan nilai-nilai moderasi beragama di Indonesia.

Rektor Institut Nalanda, Dr. Sutrisno, S.IP., M.Si., memberikan pandangan yang mendalam mengenai pentingnya moderasi beragama dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Ia menegaskan bahwa agama memiliki “wajah ganda”: di satu sisi, agama bisa menjadi kekuatan yang mendatangkan kedamaian, namun di sisi lain, agama dapat memicu konflik jika disalahgunakan atau disalahpahami. “Banyak orang yang mengaku beragama tetapi terjebak dalam sikap intoleran karena minimnya literasi agama,” jelas Dr. Sutrisno.

Menurut Dr. Sutrisno, moderasi beragama adalah jalan tengah yang menghindari ekstremisme dan menempatkan kemanusiaan sebagai prioritas utama. Ia menekankan bahwa esensi agama seharusnya adalah melindungi kemanusiaan dan menumbuhkan kasih sayang antar sesama. “Orang yang moderat akan mengutamakan kemanusiaan di atas kepentingan subjektif keagamaan,” tambahnya. Beliau berharap bahwa semua umat beragama dapat merenungkan pentingnya menempatkan kemanusiaan di atas segala perbedaan yang bersifat pribadi atau keagamaan.

Selain itu, Dr. Sutrisno juga menyoroti pentingnya konsistensi dalam menjaga dan menerapkan konsensus nasional yang telah disepakati, termasuk nilai-nilai Pancasila dan kebhinekaan. Beliau menyatakan bahwa rendahnya literasi agama di Indonesia seringkali menjadi akar permasalahan dari sikap eksklusif yang berkembang di masyarakat. Menurutnya, hal ini mengakibatkan berbagai konflik dan perpecahan yang seharusnya bisa dihindari jika masyarakat lebih memahami nilai-nilai esensial dalam agama.

Pendeta Henry Jacques Pattinasarany dari gereja Kristen turut hadir sebagai narasumber dan menekankan pentingnya generasi muda dalam menjaga kerukunan beragama di masa depan. Ia mengingatkan bahwa toleransi antar umat beragama di kalangan generasi muda masih menjadi pekerjaan rumah yang harus terus dijaga. Ia menyebut pentingnya silaturahmi dan komunikasi antar umat beragama sebagai fondasi bagi generasi muda untuk belajar menghargai perbedaan. “Kita perlu terus menjaga silaturahmi antar umat beragama, terutama di kalangan generasi muda. Toleransi harus dipupuk sejak dini. Dengan silaturahmi yang kuat, generasi muda dapat belajar menghargai perbedaan dan hidup dalam harmoni,” ujar Pendeta Henry.

Pendeta Henry juga menambahkan, “Jika kita tidak membangun jembatan antar agama sejak awal, kita akan kehilangan kesempatan untuk menjaga warna Indonesia yang penuh toleransi. Kita harus hadir di ruang-ruang diskusi lintas agama untuk membangun pemahaman dan rasa hormat antar satu sama lain.” Sebagai bagian dari upayanya, Pendeta Henry menginisiasi program lintas agama bagi pemuda gereja, yang bertujuan memupuk sikap moderat dan toleransi sejak dini. “Kita perlu agen perubahan dari generasi muda untuk menjaga moderasi beragama dan melanjutkan perjuangan kerukunan. Tanpa upaya nyata, kita berisiko kehilangan esensi kebhinekaan dan rasa hormat yang menjadi fondasi bangsa ini,” jelasnya.

Dari perspektif agama Buddha, Bhikkhu Dhammasubho Mahāthera memberikan pandangannya mengenai moderasi beragama. Beliau mengingatkan bahwa Sang Buddha mengajarkan pentingnya etika, disiplin, dan tanggung jawab sebagai ciri orang yang memiliki sikap toleran. Menurutnya, hidup yang penuh toleransi adalah cerminan dari wawasan yang luas dan sikap luwes. “Hidup itu mandiri, tetapi kita tidak hidup sendiri,” ucap Bhikkhu, menekankan pentingnya saling bergantung dalam menjaga harmoni.

Seminar ini menegaskan bahwa moderasi beragama bukan sekadar teori, tetapi merupakan cara untuk mengembalikan agama ke fungsi dasarnya – yaitu membawa kesejahteraan, kedamaian, dan persatuan bagi umat manusia. Para peserta diingatkan untuk tidak terjebak dalam perdebatan-perdebatan tidak substansial yang dapat merusak harmoni. Sebaliknya, agama seharusnya dijadikan alat untuk mencapai kemaslahatan bersama di masyarakat.

Pada akhir seminar, Institut Nalanda memperkuat komitmennya untuk menjadi lembaga yang tidak hanya mengedepankan kecerdasan intelektual tetapi juga membentuk karakter sosial yang inklusif dan peduli terhadap keberagaman. Moderasi beragama diharapkan dapat menjadi landasan utama dalam kehidupan bermasyarakat, dan acara seperti ini menjadi bukti nyata dari upaya Institut Nalanda dalam mendukung pendidikan inklusif dan moderat di Indonesia.

Melalui seminar ini, Institut Nalanda bersama tokoh-tokoh lintas agama berkomitmen untuk terus mendukung upaya membangun perdamaian, toleransi, dan kerukunan di Indonesia. Masyarakat diharapkan dapat semakin menghargai perbedaan dan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan di atas kepentingan pribadi atau golongan. Dengan semangat moderasi ini, Institut Nalanda bertekad untuk mendorong masyarakat Indonesia agar hidup berdampingan dalam kedamaian dan harmoni yang berkelanjutan.

Berita Lainnya

Institut Nalanda Bersama Nalanda Foundation Gelar Puja Bakti Awali Tahun dengan Kedamaian dan Kebajikan

Peresmian Teaching Center Nalanda Chapter: Tonggak Baru Kolaborasi Indonesia-Tiongkok

Unlocking the Potential of Traditional Chinese Medicine in Healthcare

Ibu Yenny Wahid Kunjungi Griya Sehat Institut Nalanda dan Mencoba Terapi Chinese Medicine

Institut Nalanda Berkontribusi dalam Retreat Penyuluh Lintas Agama 2024 melalui Layanan Terapi Chinese Medicine (TCM)

Ayo Bergabung Sekarang!