Jakarta-Institut Nalanda menerima kunjungan bakti sosial sebagai bagian dari momen sebulan pendalaman Dhamma menjelang perayaan Tri Suci Waisak 2569 B.E. pada Minggu, 13 April 2025, dengan dihadiri oleh tokoh-tokoh penting seperti Bapak Drs. Supriyadi, M.Pd., selaku Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha, Romo Tan Tjoe Liang selaku Ketua Umum Yayasan Dana Pendidikan Buddhis Nalanda, Bapak Dr. Sutrisno, S.IP., M.Si., selaku Rektor Institut Nalanda, dan Bapak Dr. Joko Santoso, S.Ag., MM., selaku Penyelenggara Bimas Buddha Kota Jakarta Timur. Hadir pula jajaran pimpinan Institut dan yayasan, karyawan, mahasiswa asuh Yayasan Nalanda, serta para donatur. Suasana semakin hangat dengan penampilan dari tim Nalanda Musical yang memberikan hiburan bernuansa spiritual.
Dalam sambutannya, Romo Tan Tjoe Liang mengawali dengan menjelaskan kembali sejarah Yayasan Dana Pendidikan Buddhis Nalanda yang telah berdiri lebih dari 40 tahun lalu. Ia menyampaikan bahwa dari empat orang pendiri yayasan, kini hanya tinggal satu yang masih hidup, menandakan panjangnya perjalanan yayasan ini. Ia kemudian juga mengumumkan bahwa pada tanggal 26 April 2025 mendatang, Nalanda akan meluncurkan Program S3 Buddhism pertama di Indonesia, hasil kerja sama dengan Rajamanggala University of Technology Krungthep. “Kedepannya Nalanda akan menjadi universitas yang bertaraf internasional, makanya kami bekerja sama dengan Rajamanggala University,” ujar Romo Tan. Ia juga menekankan bahwa yayasan akan terus mendorong pengembangan akademik Nalanda agar memiliki banyak profesor dan menjadi kampus pertama di Indonesia yang memiliki guru besar Buddhism. “Setelah menjadi kampus Buddhis pertama di Indonesia, lalu institut, dan nantinya kampus pertama yang memiliki program S3 Buddhism, kami berharap Nalanda juga menjadi universitas Buddhism pertama dan mencetak guru besar Buddhism pertama di Indonesia,” tambahnya.
Rektor Institut Nalanda, Dr. Sutrisno, S.IP., M.Si., menegaskan kembali peran Nalanda sebagai pelopor dalam dunia pendidikan Buddhis. “Inilah perguruan tinggi Buddhis tertua di Indonesia. Karena kita yang tertua, semboyan kita adalah perintis, bukan pewaris. Jadi harus selalu terdepan, harus lari sekencang-kencangnya,” ucapnya dengan semangat. Ia juga menyampaikan pentingnya budaya akademik yang telah mengakar di Nalanda, seperti tradisi keunggulan yang terus dijaga dan diwarisi. “Di Nalanda ini mereka ditempa untuk menjadi militan. Ini sangat penting dan patut diapresiasi,” ujarnya. Dr. Sutrisno juga menyampaikan apresiasi kepada para donatur atas kontribusinya kepada mahasiswa asuh, yang dipandang sebagai generasi penerus dalam menyebarkan Dhamma. “Penyebaran Dhamma ke depan adalah melalui mahasiswa ini, mereka yang akan terjun ke masyarakat, merawat, memelihara Buddhasasana,” katanya. Ia juga menambahkan bahwa mahasiswa Nalanda dididik tidak hanya memahami Buddhism secara umum, tetapi juga secara internasional dan bilingual agar mampu mengajar secara global.
Bapak Nico, salah satu perwakilan donatur, menyampaikan harapannya agar mahasiswa binaan Nalanda bisa menjadi generasi penerus yang berhasil dan memberi manfaat bagi banyak orang. “Harapan kami juga di sini bibit penerus kita semua, dan semoga ke depannya semua bisa sukses dan bisa membantu orang lain,” ungkapnya singkat namun penuh makna.
Sementara itu, Dirjen Bimas Buddha, Bapak Drs. Supriyadi, M.Pd., menyampaikan apresiasi atas kontribusi dan sejarah panjang Nalanda dalam membangun pendidikan Buddhis di Indonesia. “Nalanda ini mempunyai sejarah panjang, dan ke depan saya berharap Nalanda mewarisi Nalanda sesungguhnya yang telah memberikan kemajuan Buddha Dhamma pada tanah air,” tuturnya. Ia juga menyampaikan ajakan kerja sama lintas wilayah untuk mengembangkan pemahaman kitab suci Dhammapada. “Kami dari Bimas Buddha mencanangkan kegiatan besar bernama Vesākha Sānanda. Saya akan mengajak kerja sama se-Indonesia dalam rangka pembacaan Dhammapada serentak, agar anak-anak dari SD, SMP, SMA, Mahasiswa, bahkan orang tua setidaknya tahu isi kitab suci mereka,” paparnya. Di akhir sambutan, beliau mengingatkan pentingnya keseimbangan antara memberi dan menerima: “Memberi tanpa menerima kurang bermakna, begitu pun sebaliknya. Kita harus seirama.” Ia menutup dengan mengutip tagline dari Kalyana Project: “Wake up, speak up, Berani bangun, berani mengatakan bahwa kita adalah umat Buddha yang punya kapasitas, kemampuan, pengabdian, dan siap bersaing pada semua komunitas di lingkungan kita.”

Sebagai bentuk penghargaan dan simbol rasa terima kasih, kegiatan ini ditutup dengan penyerahan simbolis bantuan dari Bapak Nico dan Bapak Stave kepada perwakilan mahasiswa Nalanda, yang kemudian dilanjutkan dengan penyerahan simbolis dari mahasiswa kepada para donatur. Melalui kegiatan ini, tercermin sinergi yang kuat antara umat Buddha, dunia pendidikan, dan para dermawan untuk terus menjaga, memperkuat, dan mengembangkan Buddhasasana di Indonesia menuju masa depan yang lebih cerah.