Jakarta — Dalam semangat peringatan Hari Raya Tri Suci Waisak 2569 BE yang bertepatan dengan Hari Bumi Sedunia, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) menjadi saksi hadirnya harmoni antara spiritualitas, cinta lingkungan, dan kolaborasi lintas lembaga. Pada 20 April 2025, sebuah kegiatan simbolis namun sarat makna digelar: penanaman pohon Bodhi dan meditasi bersama yang diikuti oleh ratusan umat Buddha, Bhiksu, tokoh masyarakat, dan perwakilan berbagai lembaga negara.
Acara yang diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama ini bukan hanya menjadi bagian dari rangkaian perayaan Waisak, tetapi juga momentum penting untuk menyuarakan pentingnya menjaga kelestarian alam sebagai bagian dari praktik spiritual. Kegiatan ini melibatkan berbagai pihak seperti Keluarga Besar Abdi Negara (TNI dan Polri), komunitas keagamaan, serta institusi pendidikan Buddhis seperti Institut Nalanda.
Institut Nalanda menunjukkan komitmennya secara nyata dengan menyerahkan 300 bibit pohon Bodhi kepada panitia kegiatan. Pohon Bodhi, yang menjadi simbol utama dalam kisah pencerahan Sang Buddha, menjadi lambang kesadaran, kebijaksanaan, dan ketenangan batin. Namun di era perubahan iklim yang semakin terasa, pohon ini juga hadir sebagai simbol kontribusi terhadap perbaikan lingkungan hidup.
Rektor Institut Nalanda, Dr. Sutrisno, S.IP., M.Si., menggarisbawahi makna ganda dari kegiatan ini. “Spiritualitas dalam ajaran Buddha mengajarkan kita untuk hidup selaras dengan alam, dengan penuh welas asih terhadap semua makhluk. Kegiatan ini memperlihatkan bahwa ajaran luhur itu bisa diwujudkan dalam bentuk nyata: menanam pohon, merawat bumi, dan mengedukasi generasi muda untuk menjadi bagian dari solusi,” ungkapnya.
Institut Nalanda tidak hanya hadir sebagai partisipan, tetapi sebagai penggerak kesadaran ekologis di kalangan akademisi dan umat muda Buddhis. Mahasiswa dan dosen dari berbagai program studi diajak untuk turun langsung dalam kegiatan ini, menyatu bersama masyarakat dalam praktik meditasi dan pelestarian lingkungan.
Kegiatan ini juga menjadi ajang mempererat kerja sama antara lembaga pendidikan dan instansi pemerintah. Kehadiran perwakilan dari Kementerian Agama, TNI, Polri, serta tokoh-tokoh umat Buddha menunjukkan bahwa pelestarian alam adalah tugas bersama, lintas sektor, dan lintas iman. Dalam suasana damai dan penuh semangat, 300 bibit pohon Bodhi dan Shala ditanam di berbagai titik kawasan TMII. Pohon-pohon ini diharapkan menjadi warisan spiritual dan ekologis bagi generasi mendatang.
Dalam sambutannya, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama, Drs. Supriyadi, M.Pd., menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk nyata praktik Dharma di kehidupan sehari-hari. “Pohon Bodhi bukan hanya simbol pencerahan dalam ajaran Buddha, tetapi juga wujud kepedulian ekologis. Melalui kegiatan ini, kita menanam kesadaran, menumbuhkan cinta kasih, dan berdana oksigen bagi semesta,” ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa kegiatan seperti ini akan terus dikembangkan dan diperluas jangkauannya, dengan harapan bisa menjadi tradisi baik setiap tahun menjelang Waisak.
Tak hanya itu, prosesi kegiatan dilengkapi dengan pembacaan doa varita sebanyak 1.000 kali serta meditasi bersama sebagai bentuk penguatan batin dan spiritualitas kolektif. Dalam suasana hening, para peserta larut dalam perenungan akan pentingnya menjaga keharmonisan hidup antara manusia dan alam.
Momentum ini bukanlah akhir. Kegiatan akan dilanjutkan pada 4 Mei 2025 dengan aksi karya bakti di makam pahlawan sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa para pendahulu. Puncaknya akan berlangsung pada 12 Mei 2025 dalam perayaan Hari Waisak nasional.
Penanaman pohon Bodhi kali ini lebih dari sekadar seremoni. Ia adalah benih harapan yang ditanam di tanah ibu pertiwi. Harapan bahwa nilai-nilai spiritual Buddhis seperti cinta kasih, kesadaran, dan kepedulian bisa tumbuh bersama akar-akar pohon yang menghijaukan bumi. Harapan bahwa pendidikan Buddhis, seperti yang dilakukan oleh Institut Nalanda, akan terus melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara spiritual dan tangguh dalam menghadapi tantangan zaman.