Ketua Umum Pengurus Nahdlatul Ulama (PBNU) 2010-2021, Prof KH Said Aqil Siroj (ketiga dari kanan) (Istimewa)
Liputan6.com, Jakarta – Pada momentum Ramadan, Ketua Umum Pengurus Nahdlatul Ulama (PBNU) 2010-2021, Prof KH Said Aqil Siroj bertausyiah soal semangat pluralisme untuk merawat Bhineka Tunggul Ika. Menurut dia, hal itu menjadi penting demi menjaga kehidupan yang harmoni.
“Kita tunjukkan bahwa kita kebhinekaan. Tidak mungkin kita menang sendiri, paling berhak sendiri (maka kita) pertahankan kebhinekaan (karena) indahnya Indonesia ada kebhinekaan,” kata Kiai Said Aqil saat bertausyiah bersama Sekolah Tinggi Agama Budha Nalanda di Clubhouse Jakarta Garden City (JGC) Ballroom, Jakarta Timur, seperti dikutip Minggu (17/3/2024).
Kiai Said mengungkap, kebhinekaan adalah sebuah keindahan yang ada dan tumbuh di Indonesia. Oleh karena itu, kehadirannya harus terus dipertahankan.
“Seperti dalam Islam, manusia diciptakan untuk membawa amanah yang mulia untuk menegakkan kemanusiaan. Hal itu merupakan amanah yang utama sebelum amanah agama, ilmu pengetahuan dan keluarga,” ujar dia.
Dalam Islam, lanjut Kiai Said, damai dapat diartikan sebagai menyelamatkan. Sehingga umat Islam akan membuat lingkungan sekitarnya merasa aman. Maka dari itu, Islam tidak mengenal istilah radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme.
Kiai Said bercerita, Nabi Muhammad SAW ketika hijrah dari Mekkah ke Madinah menjumpai masyarakat yang sangat plural. Di Madinah kala itu, terdapat kelompok Islam pendatang (muhajirin), Islam pribumi (anshor), dan non Islam yakni Yahudi.
“Nabi Muhammad kemudiaan berhasil menyatukan masyarakat yang plural tersebut dengan ikatan visi misi, bukan dengan konstitusi agama,” tutur dia.
Apresiasi
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Tokoh Agama Budha Dr Ponijan Liaw menyampaikan apresiasinya atas kehadiran kiai Said Aqil Siroj yang hadir dalam acara ini.
Ia menyampaikan, untuk menjaga plurasime atau semangat atas keberagaman khususnya di Indonesia dengan mendalami ajaran agamanya.
Hal ini, kata dia, sesuai yang dikatakan oleh Romo Muji Sutisno. Apabila sesorang telah mendalami ajaran agamanya, maka pasti tidak akan menjadi orang yang rasis.
“Karena agama tidak ada yang mengajarkan rasis. Karena saya 9 tahun belajar Islam gak pernah itu belajar itu (rasis),” ungkapnya.
Menurutnya, apabila terjadi perbedaan, hal itu diakibatkan oleh penafsiran yang tidak sampai. Sebab, bila seseorang tidak sampai, maka kemungkinan akan mengada-ngada.
Ia mengapresiasi dari setiap pandangan dari kiai Said Aqil Siroj. Menurut dia, pandangan yang disampaikan oleh Kiai Said selalu dilatar belakangi oleh pandangan yang disertai dengan nurani.
“Kenapa bisa begitu? Karena agamanya sudah sangat dalam. Orang yang agamanya dangkal maka bicaranya dipermukaan, kalau sudah dalam bicaranya dari dalam,” dia menutup.
Sebagai informasi, acara terkait digelar pada Sabtu 16 Maret 2024. Hadir dalam kegiatan ini yaitu Ketua Yayasan Nalanda Tanju Liang, Ketua Sekolah Tinggi Agama Budha Nalanda Sutrisno, dan Anggota DPR RI Andi Najmi.
Dilansir dari : Liputan6.com
Berita dilansir terkait lainnya :
1. Semangat Pluralisme Menjaga Kebhinekaan di Kehidupan yang Harmonis
2. Mantan Ketum PBNU Tidak Sepakat Agama Jadi Alat Politik
3. Said Aqil Siroj Akui Agama Berbahaya jika Jadi Alat Politik
4. Said Aqil Siradj: Politik Identitas haram dalam Al-Quran
5. Kiai Said Aqil Tegaskan Politik Identitas Hukumnya Haram dalam Alquran